248 halaman
Gramedia Pustaka Utama, 2008
Paperback Edition - Indonesian Version
Ibu memandangku sekilas. "Ingat Charley. Terkadang, anak-anak ingin kau terluka sebagaimana dia terluka."
Terluka sebagaimana dia terluka? Apakah itu yang pernah kulakukan? Apakah aku ingin melihat di wajah ibuku penolakan yang kuterima dari ayahku? Apakah anakku melakukan hal yang sama terhadapku?
"Aku tidak punya maksud apa-apa dengan berbuat begitu, Bu," bisikku.
"Dengan berbuat apa?"
"Merasa malu. Karena Ibu, atau pakaianmu atau... keadaan-mu."
Ibu membersihkan sampo dari tangannya, lalu mengarahkan kucuran air ke kepala Rose.
"Anak yang merasa malu karena ibunya," katanya, "hanya anak yang belum terlalu lama menjalani hidup."
(hal. 111)
SINOPSIS
Ketika masih kecil, Charley Benetto diminta untuk memilih oleh ayahnya, hendak menjadi "anak mama atau anak papa, tapi tidak bisa dua-duanya." Maka dia memilih ayahnya, memujanya. Namun sang ayah pergi begitu saja ketika Charley menjelang remaja. Dan Charley dibesarkan oleh ibunya seorang diri, Meski sering kali dia merasa malu akan keadaan ibunya serta merindukan keluarga yang utuh.
Bertahun-tahun kemudian, ketika hidupnya hancur oleh minuman keras dan penyesalan, Charley berniat bunuh diri. Tapi gagal, dan justru dibawa kembali ke rumahnya yang lama dan menemukan hal yang mengejutkan. Ibunya yang telah meninggal delapan tahun silam, masih tinggal di sana dan menyambut kepulangannya seolah tak pernah terjadi apa-apa...
------------------------------------------------------------------------------------
Cuplikan adegan yang kusisipkan sebelum sinopsis adalah adegan favoritku dari keseluruhan cerita. Awalnya aku membaca cerita ini dengan perasaan datar, tanpa ekspektasi, dan juga tanpa kekaguman. Biasa saja. Tapi setelah peristiwa demi peristiwa masa kecil Charley terungkap, aku mulai dapat terhubung dengan karakter-karakter yang ada di dalamnya. Terutama Charley dan ibunya, tentunya. Dan ketika sampai di pertengahan cerita, aku tanpa sadar telah terbawa oleh arus cerita tersebut. Aku benar-benar mampu merasakan perasaan karakter di dalamnya. Dan, halaman 111 adalah puncak dimana aku benar-benar mengalami yang dinamakan 'sesak napas' ketika membacanya. Seluruh emosi dari kejadian-kejadian di masa kecil Charley sebelum halaman itu menumpuk dan akhirnya meledak ketika aku membaca halaman tersebut.
Sebenarnya, aku sendiri tidak mengerti bagaimana sebuah cerita yang datar-datar saja seperti ini, mampu menarikku ke dalam dunianya dan bersimpati terhadap karakter-karakternya. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang membuatku merasa begitu terhubung dengan cerita ini. Mungkin karena cerita ini mengangkat tema 'parent' sehingga dapat membuatku merasa begitu tersentuh. Atau mungkin juga karena karakter-karakternya yang begitu dekat dengan kehidupan nyata, begitu real seakan Charley adalah tetangga sebelah rumahku.
Jujur aku sedikit kecewa setelah menutup buku. Karena setelah puncak 'kesesakan' di halaman 111, aku tidak merasakan apa-apa lagi. Bukan karena tidak ada peristiwa besar atau klimaks yang menanti setelah halaman ini. Tentu saja ada klimaks serta twist di bagian akhir cerita, tapi tetap saja halaman 111 paling berkesan bagiku.
Twist yang diberikan sebenarnya cukup menarik. Sayangnya aku tidak penasaran akan hal itu sama sekali bahkan sejak pertama membacanya, jadi kurang berefek padaku. Tapi kurasa twist itu seharusnya akan efektif untuk sebagian besar orang.
Karakternya sendiri menarik dan unik. Semua tindakan Charley yang 'biasa-biasa saja' meninggalkan kesan untukku. Apalagi tindakan charley yang 'tidak biasa', sangat meninggalkan kesan. Aku yang sering melupakan detail cerita ketika tidak terlalu terkesan dengan sebuah buku, terbukti mampu mengingat cukup banyak adegan di dalam buku ini. Jadi, kurasa buku ini benar-benar meninggalkan kesan yang kuat setelah selesai dibaca.
4 bintang dariku untuk For One More Day karya Mitch Albom. :D
Aku merekomendasikan buku ini untuk kalian yang menyukai cerita beralur tenang dengan pesan moral yang kuat.
Happy Reading~ ^^
No comments:
Post a Comment