242 halaman
Delacorte Press, 2014
eBook
SINOPSIS
SINOPSIS
A beautiful and distinguished family.
A private island.
A brilliant, damaged girl; a passionate, political boy.
A group of four friends—the Liars—whose friendship turns destructive.
A revolution. An accident. A secret.
Lies upon lies.
True love.
The truth.
We Were Liars is a modern, sophisticated suspense novel from National Book Award finalist and Printz Award honoree E. Lockhart.
Read it.
And if anyone asks you how it ends, just LIE.
------------------------------------------------------------------------------------
A private island.
A brilliant, damaged girl; a passionate, political boy.
A group of four friends—the Liars—whose friendship turns destructive.
A revolution. An accident. A secret.
Lies upon lies.
True love.
The truth.
We Were Liars is a modern, sophisticated suspense novel from National Book Award finalist and Printz Award honoree E. Lockhart.
Read it.
And if anyone asks you how it ends, just LIE.
------------------------------------------------------------------------------------
Awalnya aku tertarik untuk membaca buku
ini karena sedang melihat-lihat daftar pemenang Goodreads Choice Awards 2014. Buku ini merupakan pemenang 2014 Best Young Adult.
Harapan pun mulai terbentuk sementara aku membaca sinopsis dari buku ini. Dan
dengan satu kalimat terakhir dari sinopsisnya, ‘Read it. And if anyone
asks you how it ends, just LIE.’ Ditambah dengan reaksi teman-temanku yang
memuji ending dari buku ini, aku pun memutuskan untuk membacanya.
We were Liars bercerita mengenai
‘Liars’, kumpulan 4 orang remaja yang memiliki hubungan dengan keluarga Sinclair.
Liars terdiri dari Cadence, Mirren, dan Johnny yang merupakan cucu dari kakek
Harris Sinclair. Serta Gat yang merupakan ‘orang asing’ di Pulau Beechwood, pulau pribadi milik keluarga Sinclair.
Liars selalu menghabiskan musim panas mereka di Pulau Beechwood. Semua berjalan
dengan normal sebelum sebuah 'kecelakaan' menimpa Cadence Sinclair...
Aku sempat kaget dan
sedikit bingung karena banyaknya karakter yang bermunculan di bagian awal cerita. Bab
kedua mengenalkan kita pada Cadence Sinclair, tokoh utama dari cerita ini serta pemilik sudut pandang yang dipergunakan dalam cerita. Disusul
dengan bab ketiga yang mengenalkan kita dengan Penny, Carrie, dan Bess
bersaudara. Lalu kepalaku mulai sakit dan kesulitan untuk mencerna ketika bab empat
menampilkan Johnny, Mirren, dan Gat. Aku tidak mampu memahami siapa Johnny, siapa
Mirren, dan siapa Gat. Belum lagi ditambah dengan Ed dan Granny Tipper. Aku
benar-benar tidak mengerti hubungan antar setiap karakter.
Satu bab hanya terdiri dari 2-5 halaman.
Sehingga belum sempat aku menghapal nama satu karakter, sudah ditambah lagi
dengan beberapa karakter baru. Untungnya ada gambar dari ‘pohon silsilah
keluarga’ Sinclair di halaman awal cerita. Sehingga aku dapat lebih mengerti dengan melihat gambar. Tapi, bukankah sebuah novel seharusnya mampu membuat
pembaca mengerti tanpa perlu menyisipkan gambar? (Well,
that’s my opinion though..)
Awal cerita sebenarnya cukup
menyenangkan, ada aura tersendiri dari cerita ini. Aura aneh yang tidak dapat
kujelaskan namun terasa cukup unik dan menarik. Kurasa We Were Liars memberikan
aura magical. Ditambah dengan sisipan cerita-cerita dongeng yang berkaitan
dengan cerita, membuat cerita ini terasa sangat magical.
Kalian tahu apakah kesalahan terbesar
dari membaca sebuah buku?
Dengan membangun ekspektasi terlebih dahulu. Aku
tahu We Were Liars memenangkan Goodreads Choice Awards 2014, dan bahkan
mengalahkan To All the Boys I’ve Loved Before yang sangat aku sukai. Sinopsisnya
sangat ‘menjual’ dengan menekankan ‘ending yang mengejutkan’. Serta reaksi
teman-temanku yang sepertinya memang menyukai endingnya.
Dan kalian tahu apa yang terjadi?
Aku sudah dapat menebak ending dari buku ini sejak pertengahan cerita…
Aku tidak benar-benar yakin. Aku
tidak tahu bagaimana kesimpulan yang kutarik dapat terjadi, tapi aku hanya tahu
bahwa itu adalah satu-satunya kemungkinan untuk memberikan ‘a shocking ending’. Dan aku benar.
Endingnya berjalan sesuai dengan tebakanku, yang mana mengecewakan.
Begini, sebenarnya endingnya
bagus. Idenya bagus. Eksekusinya cukup bagus. Hanya saja karakternya sangat ‘flat’. Pada akhir cerita, aku hanya
memasang wajah datar sembari membaca penjelasan ‘mencengangkan’ yang dituturkan
oleh tokoh utama kita, Cadence Sinclair. Seluruh karakternya terasa membosankan
dan tidak terhubung satu sama lain. Karakterisasi yang buruk membuatku tidak
mampu bersimpati pada akhir cerita ‘mencengangkan’ itu… (Kecewa total karena ternyata banyak yang menangis membaca buku ini.
Like, seriously?)
Aku rasa ending yang seperti itu
seharusnya akan lebih terasa ‘keren’ jika bagian awal buku menceritakan
kenangan-kenangan manis yang dialami oleh Liars. Aku hanya merasa buku ini
tidak dapat menyentuh perasaanku karena setiap karakternya sendiri tidak saling
terhubung. Mereka tidak benar-benar berteman. Aku hanya tidak dapat membaca, lalu membayangkan bahwa mereka benar-benar berteman. Yang terpikir olehku hanyalah
jauh di dalam hati, mereka sebenarnya saling membenci satu sama lain. Aku tidak tahu
apa yang terjadi dengan kepalaku, tapi itulah perasaan yang kutangkap dari
membaca buku ini…
Kurasa, aku masih terpengaruh karakterisasi di To All the Boys I've Loved Before dan P.S. I Still Love You yang sangat kusukai. Sehingga, ketika membaca buku lain tolak ukurku menjadi lebih tinggi...
2,5 untuk We were Liars by E. Lockhart. Aku tidak tega
memberikannya 2 bintang karena idenya sebenarnya brilian. Hanya saja
eksekusinya sedikit ‘menyebalkan’.
Buku ini aku rekomendasikan untuk
kalian yang menyukai cerita dengan plot twist, ending mengharu biru ‘katanya’,
serta cerita yang membingungkan (ini
bukan cemooh karena memang bagian membingungkan itu yang nantinya akan menjadi
masuk akal setelah selesai membaca).
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete