232 halaman
Gramedia Pustaka Utama, 2016
58.000 IDR
Paperback Edition
Sejak tahu dirinya adalah seorang Victer, keturunan Dewa Dionysus yang mampu membangkitkan jiwa-jiwa dari kematian, Arlesta menutup pintu hatinya dari dunia luar. Tetapi, keadaan berubah ketika dia bertemu Nick, pianis tampan bersifat dingin yang familier baginya. Dunianya yang tak berwarna seketika jungkir-balik dipenuhi banyak rasa.
Namun, kebahagiaan itu berhenti ketika Arlesta tahu sahabat baiknya juga menyukai Nick. Juga saat dia menemukan kenyataan kekuatannya tak dapat menyelamatkan nyawa Nick yang terancam. Akankah jiwa mereka menemukan jalan untuk bersama? Atau rahasia masa lalu justru memisahkan keduanya?
------------------------------------------------------------------------------------
Ada beberapa alasan yang membuatku segera membeli buku ini ketika tidak sengaja melihatnya di Gramedia (dan ternyata kebetulan bukunya memang baru terbit hari itu). Pertama, aku memang sudah penasaran dengan buku ini sejak melihat sinopsisnya di goodreads. Ketika membaca sinopsis, aku langsung berpikiran bahwa buku ini bergenre fantasi. Buku Young Adult bergenre fantasi karya penulis Indonesia? Wow! Tentu penasaran bukan main rasanya. Kedua, aku penasaran dengan perkembangan Elvira Natali. Jika dulu aku tidak menyukai Janji Hati (karya debut Elvira), mungkin sekarang aku akan menyukai karyanya. Jadi, tanpa pikir panjang, aku langsung beli dan membacanya dalam waktu satu hari. Bukunya tipis sih, jadi bacanya cepat.
Pertama kali membuka bagian dalam buku, pembaca akan langsung disambut dengan ilustrasi dedaunan yang membingkai halaman, serta sosok menyerupai peri di bagian bawah halaman. Cantik sih, walau jujur aku tidak suka ilustrasi peri-nya. Aku baru tahu kalau sosok peri di bagian bawah halaman itu ternyata Omnisciens Angelus dan Animae Angelus setelah selesai membaca buku. Karena ilustrasi tersebut dilampirkan di akhir buku dan diberi keterangan.
Two Souls bercerita mengenai seorang gadis bernama Arlesta yang merupakan Victer. Victer adalah keturunan dewa Dionysus yang hanya muncul di setiap kelipatan generasi ke-30. Dan Arlesta, adalah generasi ke-30 yang terpilih untuk mewarisi kekuatan Dewa Dionysus, yaitu kemampuan untuk membangkitkan orang yang sudah meninggal. Namun, tidak semua orang mampu ia bangkitkan. Ada beberapa batasan yang dimiliki oleh kekuatannya. Apa saja batasannya? Silakan baca sendiri. Sedikit spoiler sebenarnya jika kujabarkan di sini. Karena jika kalian cermat dalam membaca sinopsis, dan membaca penjabaran kekuatan Arlesta (jika kujabarkan) kalian seharusnya mampu menebak plot twist dari kisah ini. Jadi, lebih baik tidak kujabarkan. :D Sudah mulai penasaran?
Terlepas dari sinopsis yang terlihat seperti kisah fantasi, buku ini sebenarnya lebih menitikberatkan romance dan keluarga. Aku rasa buku ini bisa dibilang romance dengan sedikit genre fantasi dan bukan sebaliknya. Sehingga jujur saja, aku sedikit kecewa ketika selesai membaca. Karena awalnya aku mengira buku ini akan fantasi 'banget'.
Tapi kekecewaanku untungnya berhasil dibayar dengan kehadiran Nick. Nick adalah karakter yang menurutku cukup menyenangkan dan berpotensi menjadi a 'killer' fictional boyfriend. Namun sayangnya, ritme hubungan Nick dan Arlesta yang terlalu cepat membuatku merasa tidak terhubung dengan Nick. Aku ingin mencintainya, malah sudah nyaris jatuh cinta. Tapi, baru saja tertarik dengan Nick, tahu-tahu cerita sudah mau selesai saja...
Hubungan Nick dan Arlesta terasa terlalu instant. Padahal ritme ceritanya dari awal hingga pertemuan mereka menurutku bagus sekali. Pas, tidak terlalu cepat, tapi juga tidak terasa lama dan membosankan. Tapi ketika Nick dan Arlesta sudah bertemu, tiba-tiba saja penulis seperti terburu-buru ingin menghadirkan 'konflik utama' saja. Sayang sekali...
Nick adalah karakter favoritku dari Two Souls. Walau awalnya ia digambarkan cukup 'cool' atau galak, tapi ternyata ia sangat ramah dan juga ceplas-ceplos, tidak ribet. Ia tidak suka bertele-tele.
Sedangkan heroine kita, Arlesta, menurutku malah 'melempem'. Ia tidak memiliki kelebihan apa-apa. Oke, kelebihannya mungkin kekuatannya. Tapi itu kan karena dipengaruhi oleh cerita. Bagaimana dengan karakternya sendiri? sifatnya? Menurutku Arlesta standar-standar saja dan sebagai tokoh utama tidak memiliki sifat yang menarik. Lalu karakterisasinya sendiri menurutku terasa sedikit tidak konsisten. Di awal disebutkan bahwa Arlesta pendiam dan sulit berteman, intinya introvert. Tapi ia terlihat sangat cerewet ketika bertemu dengan Sandra yang merupakan teman SD-nya, sama seperti pertama kali bertemu dengan Nick. Ia terlihat sama sekali tidak kerepotan ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Nick.
Perlu kuakui bahwa ada perkembangan dari Janji Hati. Tulisannya sangat rapi dan mengalir, enak untuk dibaca. Ceritanya juga tidak se-cheesy Janji Hati. Elvira berusaha untuk memasukkan unsur-unsur baru ke dalam cerita untuk menjadikan ceritanya lebih stand out. Dan kurasa, hal itu patut dihargai.
Sayangnya, sama seperti tidak konsistennya karakter Arlesta, ada beberapa hal lain yang juga mengganguku. Seperti ruang piano tempat Nick mengajar. Di dalam cerita dikisahkan bahwa Nick mengajar di dalam sebuah ruangan besar berisi enam Grand Piano yang dipisahkan satu sama lain dengan sekat kaca tipis. Yang benar saja? Suara Grand Piano itu besar loh... Upright piano yang diletakkan di dalam ruangan berdinding kedap suara saja suaranya masih bocor kemana-mana. Grand piano pula? Sepertinya Adagio Music School tempat Nick bekerja harus mendesain ulang ruangan kelasnya (bercanda). Aku tidak dapat membayangkan lima orang murid yang berlatih dalam waktu bersamaan di dalam sana. Mungkin kepalaku akan meledak mendengar permainan mereka yang saling tumpang tindih satu sama lain.
Selain itu, Nick yang di dalam cerita dikisahkan telah kabur dari rumah orangtuanya di Bandung terlihat sangat 'terjaga' untuk ukuran seseorang yang kabur. Ia dapat menyewa kos ber-AC, dengan CD musik klasik yang memenuhi rak-nya, beserta playstation... (kabur bawa playstation, bang?). Plus, ia bahkan sepertinya surplus uang walau uang jajannya di-stop oleh ayahnya. Ia berniat untuk mengontrak sebuah rumah bahkan sebelum mendapatkan pekerjaan dari Adagio Music School. Bagian itu sedikit terasa aneh bagiku...
Selain hal-hal yang kuungkapkan di atas, sebenarnya ceritanya cukup oke. Dan lagi, seperti yang kukatakan sebelumnya, aku merasakan perkembangan dari tulisan Elvira Natali.
Aku biasa memberi rating imajiner(?) selagi membaca. Jadi rating tersebut tentatif dan dapat berubah sewaktu-waktu. Jika ending dari sebuah buku benar-benar 'ngena', bisa saja rating-ku langsung melonjak naik dan akhirnya berakhir dengan rating tinggi. Walau sepanjang awal sampai pertengahan cerita rating imajiner-ku hanya 3 bintang (misalnya).
Dan, yang terjadi dengan Two Souls adalah... rating imajiner yang sangat dinamis. Naik menuju 3.5, lalu jatuh menuju 2 bintang. Pokoknya nyaris setiap bab rating imajiner-ku dapat berubah. Jujur saja saat-saat dimana rating imajiner-ku mencapai 3.5 adalah ketika membaca interaksi antara Nick dan Arlesta, cukup menyenangkan! Walaupun lagi, terlalu instant. Panjangin dikit, dong. :(
3 bintang untuk Two Souls karya Elvira Natali.
Aku sempat sebal ketika tahu bahwa buku ini bersambung. Please, tidak ada yang mengatakan bahwa buku ini dwilogi atau trilogi. Aku mau tahu darimana, dong? Jadi, pre-caution untuk kalian semua. Buku ini bersambung, ya.
Aku merekomendasikan buku ini untuk kalian yang menyukai cerita romance dengan sedikit sentuhan fantasi serta cerita ringan yang menyenangkan untuk dibaca.
Thx ya untuk kritik dan msukan buat Vira.semoga Vira bisa lebih bs mengolah kTa nya untuk novel lanjutannya.saya sebagai org yg dekat dengan vira senang sekali karna kamu bisa mengkritik dan memberi msukan yang sangat bagus supaya vira lebih baik lagi saat menulis:)
ReplyDeleteTerima kasih atas komentarnya Dina :)
DeleteAku baru aja selesai baca Two Souls. Menurutku ceritanya lumayan. Ya walaupun agak setuju sama review kamu kalau romance Nick dan Arlesta terlalu cepat. Kalau di kasih lebih panjang pasti lebih seru. Banyak yg aku setuju juga dari review ini karena menurutku sama dengan kamu. But overall aku menikmatinya sih hehe :D cuma kurang tebal sedikit jd terkesan cepat ceritanya ini.
ReplyDeleteBenar ^^ mungkin kita harus tunggu buku ke-2 nya baru puas sama hubungan Nick dan Arlesta hehe Sayang banget interaksi Nick Arlesta singkat padahal aku demen banget sama Nick hahahaha
Delete