576 halaman
Penerbit Spring, 2016
Paperback Edition
115.000 IDR
"Scarlet ini... kau jatuh cinta kepadanya, ya?"
"Dia Alfa-ku,"
"Seperti bintang?"
"Bintang apa?"
"Oh. Eh. Dalam konstelasi bintang, bintang paling terang disebut alfa. Kupikir, mungkin maksudmu dia adalah... seperti... bintangmu yang paling terang."
"Ya. Tepat seperti itu."
-Cress & Wolf, halaman 460
"Tapi, kupikir kau benar juga. Mungkin tidak ada yang namanya takdir. Mungkin itu hanyalah kesempatan yang diberikan, dan apa yang kita lakukan dengan kesempatan itu. Aku mulai berpikir bahwa mungkin romansa yang epik dan hebat tidak terjadi begitu saja. Kita harus membuatnya sendiri."
-Cress, halaman 564
SINOPSIS
Cinder dan Kapten Thorne masih buron. Scarlet dan Wolf bergabung dalam rombongan kecil mereka, berencana untuk menggulingkan Levana dari takhtanya.
Merek mengharapkan bantuan dari seorang gadis bernama Cress. Gadis itu dipenjara di sebuah satelit sejak kecil, hanya ditemani oleh beberapa netscreen yang menjadikannya peretas andal. Namun kenyataannya, Cress menerima perintah dari Levana untuk melacak Cinder, dan Cress bisa menemukan mereka dengan mudah.
Sementara itu di Bumi, Levana tidak akan membiarkan siapa pun menganggu pernikahannya, dengan Kaisar Kai.
------------------------------------------------------------------------------------
Reaksiku ketika membaca lembar pertama Cress:
Aku sangat sangat teramat sangat menyukai Scarlet. Scarlet benar-benar mengubah pandanganku terhadap seri The Lunar Chronicles. Dan oleh sebab itu, Cress adalah salah satu judul yang paling kutunggu-tunggu kehadirannya. Satu-satunya hal yang kupikirkan ketika mulai membaca Cress adalah bagaimana cara untuk menahan diri agar buku ini tidak selesai kubaca hanya dalam satu hari (serius). Aku membatasi diri dengan hanya membaca beberapa halaman saja setiap harinya. Aku hanya tidak ingin buku ini segera selesai kubaca. Aku sangat mencintai dunia The Lunar Chronicles dan tidak ingin berhenti terhanyut di dalamnya!
Jika Cinder merupakan retelling dari kisah Cinderella, Scarlet dari kisah Gadis Berkerudung Merah, Cress merupakan retelling dari kisah Rapunzel. Unik rasanya membaca kisah Rapunzel versi Marissa Meyer. Aku sangat menyukai bagaimana Marissa berhasil menyelipkan kisah Rapunzel ke dalam petualangan Cinder dan teman-temannya. Dapat dikatakan bahwa dari segi retelling, Cress adalah favoritku dibandingkan dengan Cinder maupun Scarlet.
Cress mengambil setting waktu tepat setelah akhir dari kisah Scarlet. Dimana Cinder, Thorne, Scarlet, dan Wolf kabur bersama-sama ke luar angkasa. Di luar angkasa, mereka sama sekali tidak menyia-nyiakan waktu. Cinder giat melatih anugerah bulannya dan bersama dengan teman-temannya menyusun rencana untuk membatalkan pernikahan Kai dan Levana. Harapan Cinder melambung setelah berhasil berkomunikasi dan mengajak kerjasama gadis bulan yang dulu pernah dihubunginya dengan chip D-Comm, yaitu Cress. Cress sendiri juga tidak pernah menduga bahwa akan datang hari dimana ia dapat terbebas dari satelit yang mengurungnya sejak kecil. Ia sudah muak bekerja untuk Levana dan tidak sabar untuk segera merasakan kebebasan. Sayangnya, seluruh harapan yang ada dihancurkan berkeping-keping oleh Marissa. Karena, segalanya tidak akan berjalan dengan semudah yang kita bayangkan, bukan...?
Marissa Meyer benar-benar berhasil menguras emosiku di bagian awal dari buku ini. Jantungku berdebar tak karuan, tanganku berkeringat, dan aku tidak dapat berhenti menahan napas ketika membaca paragraf demi paragraf yang ditulis olehnya. Benar sekali, buku ini membuatku bereaksi segila itu. Aku benar-benar khawatir dengan nasib setiap karakter yang ada di dalamnya dan tidak dapat berhenti ketakutan jika nantinya salah satu dari mereka akan... meninggal?
Aku biasanya mengharapkan ending yang mengejutkan dari buku yang kubaca. Namun untuk kali ini, aku harap Marissa Meyer mau sedikit berbaik hati dan membuat ending yang dapat ditebak saja. Yaitu, happy ever after. Semua tokoh hidup bahagia selama-lamanya bersama dengan cinta sejati mereka. Karena semua dongeng akan selalu berakhir dengan 'happy ever after', kan?
Bagian awal buku yang membuatku mengumpat sepanjang waktu tentunya membuat ekspektasiku melambung untuk keseluruhan buku. Yang sayangnya, tidak terpenuhi. Ketegangan yang kurasakan di awal buku menurun seiring dengan berkembangnya cerita, walau tidak sampai memasuki fase membosankan sih. Aku masih sangat menikmatinya. Hanya saja, tidak ada adegan yang mampu menguras emosiku sehebat bagian awal dari buku ini.
Kurasa salah satu faktor yang menyebabkan Cress terasa sedikit lambat di bagian pertengahan adalah karena Marissa membagi fokus buku ke tiga heroine kita, yaitu Cinder, Scarlet, dan Cress. Jika di Cinder cerita hanya terfokus seluruhnya pada Cinder, di Scarlet pada Scarlet dan Cinder, kali ini cerita terfokus pada tiga tokoh sekaligus. Dan hal itu menyebabkan cerita terasa seperti berjalan di tempat dan tidak memiliki perkembangan yang cukup berarti.
Walau lagi, aku sangat menikmati membaca buku ini. Termasuk bagian pertengahan yang kurasa cukup lambat. Karena terlepas dari perkembangan alurnya yang lambat, di bagian pertengahan itulah hubungan Cress dan Thorne mulai terjalin sedikit demi sedikit. Dan menyenangkan sekali rasanya melihat perkembangan hubungan mereka berdua!
Aku tidak dapat berhenti tersenyum melihat interaksi antara Cress yang hopelessly romantic dengan Thorne yang 'cengengesan' dan playboy. Walau jujur, aku sempat beberapa kali kesal dengan karakter Cress yang sepertinya sangat tidak mengerti situasi dan kondisi. Ia seringkali membayangkan romansa di saat-saat yang tidak tepat. Dan hal itu membuatku gemas terhadapnya. Karena ia terlalu 'sekarat' dalam menginginkan sebuah romansa terjadi di dalam hidupnya.
Sedangkan Thorne sendiri, aku nyaris membuang Wolf yang jarang disorot di buku ini dan beralih ke Thorne. Karena, bagaimana mungkin seseorang dapat menolak karisma Thorne ketika membaca buku ini? Gambaran Thorne di dalam buku ini memang masih seperti gambaran Thorne di dalam Scarlet. Seorang pria karismatik yang gemar merayu wanita, serampangan, cengengesan, dan terlihat tidak dewasa. Namun gambaran tersebut seakan ditingkatkan di dalam buku ini, sehingga Thorne terlihat sama tapi berbeda. Ia masih tukang merayu wanita, masih serampangan dan cengengesan. Tapi entah mengapa, aku merasa mampu mempercayainya. Aku merasa bahwa ada sisi heroik di dalam dirinya, bahwa ia memang patut dipanggil dengan sebutan 'Kapten'.
Satu lagi hal yang kusuka dari buku ini adalah, entah mengapa buku ini berhasil membuatku mencintai karakter-karakter yang kurang kusuka sebelumnya. Jika sampai akhir Scarlet aku masih tidak dapat bersimpati atau terpesona pada Kai, buku ini membuatku benar-benar bersimpati sepenuhnya padanya. Untuk pertama kalinya, aku mengerti apa yang Kai rasakan dan bagaimana menyedihkannya seseorang yang terperangkap tanpa suatu pilihan apapun. Segala tindakan yang diambil terasa serba salah. Ia seakan-akan hanya hidup untuk menunggu maut menjemputnya. Maut berbentuk seorang Ratu Levana.
4 bintang untuk Cress karya Marissa Meyer
Mengapa hanya 4 bintang?
Terlepas dari aku yang sangat menikmati buku ini, aku ingin mengurangi satu bintang sebagai bentuk protes karena adegan Wolf yang terlalu sedikit.
Becanda, guys.
Aku mengurangi satu bintang dari buku ini karena absennya twist-twist yang mencengangkan. Tidak ada satupun twist dari buku ini yang berhasil membuatku tercengang. Semuanya dapat ditebak atau bahkan sudah kutebak sejak lama. Selain itu, alurnya sedikit terasa lambat karena banyaknya tokoh untuk disorot dan diceritakan. Sehingga kurasa cukup adil bukan jika aku mengurangi satu bintang?
Anyway, aku lupa memuji betapa cantiknya cover Cress versi Penerbit Spring!
Seperti biasa, selalu lebih cantik dari cover aslinya! Desainernya (@hanheebin) benar-benar berbakat! Sejauh ini, kurasa Cress adalah cover seri The Lunar Chronicles favoritku.
Dan aku tentunya sangat sangat sangat sangat tidak sabar untuk segera membaca Winter! Buku terakhir dari seri The Lunar Chronicles... Walau aku tidak siap. Tidak siap untuk berpisah dengan Cinder, Kai, Scarlet, Wolf, Cress, Thorne, dan Jacin. Terutama, Wolf...
Buku ini kurekomendasikan untuk kalian semua! Buku ini, seri ini, masuk ke dalam Top 3 seri yang pernah kubaca untuk saat ini. Dan aku merasa bahwa buku ini seharusnya masuk dalam daftar bacaan kalian semua. Karena kalian akan sangat rugi jika tidak mencoba membaca seri ini. Percayalah, kalian akan tergila-gila kepada Kai, Wolf, atau Thorne setelah mencoba membacanya.
Terakhir, mungkin kalian menyadari aku memasukkan beberapa gif ke dalam review kali ini. Is it a yay or nay? :D
It is yay!!!
ReplyDeleteAaah makin pengen baca yang versi terjemahan :)
yay~!! wkwk ayo ayo bacaa :D
Delete