520 halaman
Penerbit Spring, 2016
115.000 IDR
"Ada dua jenis rasa bersalah, Jenis yang membebanimu dan jenis yang memberimu tujuan. Biarkan rasa bersalah menjadi bahan bakarmu. Biarkan itu mengingatkanmu tentang jati diri yang kau inginkan. Tarik garis dalam pikiranmu. Jangan pernah menyeberang lagi. Kau punya jiwa. Jiwa itu rusak, tapi tetap ada. Jangan biarkan mereka mengambilnya darimu, Elias."
-Laia, hlm. 436
SINOPSIS
Laia seorang budak. Elias seorang prajurit. Keduanya bukan orang merdeka.
Saat kakak laki-laki Laia ditahan dengan tuduhan pemberontakan, Laia harus mengambil keputusan. Dia rela menjadi mata-mata Komandan Blackcliff, kepala sekolah militer terbaik di Imperium, demi mendapatkan bantuan untuk membebaskan kakaknya. Di sana, dia bertemu dengan seorang prajurit elit bernama Elias.
Elias membenci militer dan ibunya, Sang Komandan yang brutal. Pemuda ini berencana untuk melarikan diri dari Blackliff, menanggung risiko dicambuk sampai mati jika ketahuan. Dia hanya ingin bebas.
Elias dan Laia. Keduanya akan segera menyadari bahwa nasib mereka akan saling silang, dan keputusan-keputusan mereka akan menentukan nasib Imperium, dan bangsa mereka.
------------------------------------------------------------------------------------
Laia dan Elias adalah dua individu yang saling bertolak belakang. Laia merupakan keturunan bangsa Scholar yang telah sejak lama dijajah oleh bangsa Martial. Sejak lahir, Laia ditakdirkan untuk hidup dalam ketakutan serta ketidaktahuan. Ia ditakdirkan untuk tunduk terhadap bangsa Martial. Sementara Elias yang merupakan keturunan Martial, ditakdirkan untuk mengabdi kepada kekuasaan Imperium dalam wujud seorang Mask, prajurit pembunuh berdarah dingin.
Namun, mereka berdua lebih mirip dari yang terlihat.
Mereka adalah batu-batu Ember yang membara di tengah abu. Mereka berjuang sekuat tenaga demi meraih hal paling penting dalam hidup mereka. Laia, yang berjuang demi keluarga, demi membebaskan kakak yang begitu disayanginya. Dan Elias, yang berjuang demi kebebasan yang tidak pernah dirasakan olehnya semenjak takdir memilihnya untuk menjadi seorang Mask.
An Ember in the Ashes bukan merupakan novel fantasi dengan dunia baru yang memukau. Dunia yang ditawarkan tidak seperti dunia-dunia rumit dan unik di dalam Harry Potter, The Lord of the Rings, dan lainnya. Namun dunia An Ember in the Ashes memiliki sebuah nuansa dan aura tersendiri. Aura yang mampu menarik dan menghantuimu bahkan setelah selesai membaca. Dunia An Ember in the Ashes merupakan gabungan dari kata brutal, mistis, serta berani, bold.
Ketika awal membaca, aku sedikit kesulitan membayangkan dunia yang ditawarkan karena minimnya detail di beberapa tempat. Namun seiring dengan berjalannya cerita, aku mampu merasakan nuansa dari dunia yang dibangun oleh Sabaa Tahir. Jika dibandingkan dengan dunia di masa sekarang, aku rasa nuansanya dapat dibilang cukup mirip dengan nuansa Timur Tengah. Dan keeksotisan nuansa tersebut, disertai dengan sentuhan mistis di sana-sini, berhasil memikatku.
Kalian salah besar jika berpikir bahwa nuansa tersebut adalah kelebihan utama dari buku ini. Kelebihan utama dari An Ember in the Ashes adalah konflik batin yang ditawarkan di dalamnya. Aku mampu merasakan kegundahan dari setiap karakter. Aku mengkhawatirkan, mendukung, dan bahkan menangisi mereka.
Jika seseorang memintaku untuk membuat daftar adegan novel yang paling kusukai, maka sebuah adegan dari An Ember in the Ashes akan masuk ke dalam daftar tersebut dengan mudahnya. Aku tidak akan pernah memaafkan Sabaa Tahir karena adegan itu. Adegan itu menghancurkanku, membuatku ikut menangisi nasib setiap karakter yang begitu kucintai. Aku rasa kalian akan tahu adegan mana yang kumaksud jika sudah membaca buku ini. Karena kalian juga seharusnya ikut merasakan. Kecuali jika kalian memiliki hati yang lebih dingin dari seorang Mask.
Aku mengagumi cara Sabaa Tahir membuat seluruh karakter di dalam novel ini, bahkan karakter sampingan sekalipun. Karakter-karakter ciptaannya terasa kompleks dan berbeda. Mereka memiliki sesuatu untuk diperjuangkan, masalah untuk dikhawatirkan, dan hal itu membuat mereka terasa lebih menarik, lebih hidup.
Laia tidak seperti heroine biasa yang belakangan ini cukup populer di kalangan buku bergenre Young Adult. Ia tidak kuat maupun spesial. Laia merupakan seorang gadis lemah dan pengecut. Namun ia memiliki keinginan kuat untuk menyelamatkan kakaknya. Dan hal itu membuatnya terasa begitu menarik. Mengamati dan menyadari betapa besarnya perkembangan Laia dari awal cerita adalah sebuah hal yang menyenangkan.
Sementara Elias unik dengan caranya tersendiri. Ia begitu menginginkan kebebasan, namun tidak pernah mendapatkannya. Ia memang ditakdirkan untuk menjadi seorang Mask, pembunuh berdarah dingin, keji, dan penyuka kekerasan. Namun itu bukanlah dirinya yang sesungguhnya. Ia tidak pernah membiarkan takdir sebagai seorang Mask mengambil alih dirinya. Karena ia tahu, ia lebih dari itu. Ia lebih dari seorang pembunuh yang selalu tunduk pada kekuasaan Imperium.
Aku tidak akan terlalu menjelaskan mengenai karakter penting lain di dalam buku ini. Aku akan membiarkan kalian berkenalan sendiri dengan mereka ketika sedang membaca. Aku tidak ingin terlalu banyak membocorkan bagian-bagian dari buku ini karena kalian harus membaca dan merasakannya sendiri. Merasakan bagaimana Sabaa Tahir dapat dengan liciknya menghancurkan hati para pembaca *evil laugh*.
Aku biasanya tidak suka dengan unsur romance di dalam buku fantasi karena tidak sedikit penulis yang gagal menyeimbangkannya dan malah berujung terlalu memaksa. Namun tidak demikian dengan An Ember in the Ashes. Aku menyukai setiap interaksi antara Laia dan Elias. Aku menyukai bagaimana Sabaa Tahir tidak mendoktrinku untuk langsung menyukai dan mendukung hubungan mereka. Aku diberi pilihan untuk mendukung Laia bersama dengan orang lain (yes, I'm talking about love triangle, or square?). Namun ketika cerita berakhir, pilihanku jatuh pada Elias. Elias hanya terlalu berharga untuk ditolak atau ditinggalkan.
Hubungan mereka tidak berkembang dengan terlalu cepat, namun juga tidak terasa lambat. Interaksi mereka tidak berlebihan, namun tetap mampu menghadirkan percikan di antara keduanya. Hubungan mereka terasa pas, sesuai porsinya, dan juga mendukung keseluruhan cerita.
Walau telah membaca versi bahasa Inggris sebelumnya, aku sama sekali tidak merasa ganjil ketika membaca versi bahasa Indonesia yang diterjemahkan oleh Penerbit Spring. Terjemahannya mengalir dan sangat enak dibaca. Beberapa footnote yang akan membantu pembaca untuk memahami kata-kata asing juga dibubuhkan di bawah halaman, khas Penerbit Spring. :D
Aku tanpa ragu memberikan 5 bintang untuk An Ember in the Ashes karya Sabaa Tahir. Aku merekomendasikan buku ini kepada semua pecinta novel bergenre fantasi. Novel ini adalah paket lengkap dari perkelahian brutal, mematikan, dan juga sedikit unsur roman di dalamnya. Sangat memuaskan!
Apa kalian sudah merasa penasaran? Jangan khawatir! An Ember in the Ashes akan diterbitkan pada awal bulan Desember oleh Penerbit Spring. Jika tidak tahan untuk segera membeli, kalian dapat mengikuti pre-order dengan diskon 30% jika membeli An Ember in the Ashes beserta PS I Like You karya Kasie West sekaligus.
Promo pre-order khusus berlaku di www.owlbookstore.co.id atau di tokopedia.com/owlbookstore
Aku sudah tidak sabar untuk segera mendengar komentar-komentar dari kalian ketika sudah membaca. Aku harap kalian akan menyukai buku ini sama besarnya sepertiku! ^^
No comments:
Post a Comment